Provinsi
Sulawesi Selatan dibentuk tahun 1964. Sebelumnya Sulawesi Selatan
tergabung dengan Sulawesi Tenggara di dalam Provinsi Sulawesi
Selatan-Tenggara. Pembentukan provinsi ini berlandaskan pada
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964
Periode
terpenting sejarah Sulawesi Selatan adalah pada abad ke 14. Pada saat
itu berdiri kerajaan-kerajaan yang cukup terkenal, seperti Kerajaan Luwu
di bawah pemerintahan dinasti Tomanurung Simpuru Siang, Kerajaan Gowa,
Kerajaan Bone di bawah dinasti ManurungE, Kerajaan Soppeng di bawah
pemerintahan Raja To ManurungE ri Dekkannyili, dan Kerajaan Tallo dengan
raja pertamanya KaraEng Loe ri Sero. Pada tahun 1538, Gowa mulai
bersentuhan dengan orang-orang Eropa. Pada tahun tersebut bangsa
Portugis mendarat di Bandar Niaga Makassar dan menghadap Raja Gowa IX
Tumapa’risi Kallona. Kadatangan bangsa Eropa ini selain untuk tujuan
berdagang juga melakukan penyebaran agama Katolik, misalnya dilakukan
oleh Antonio de Payya yang menyebarkan Katolik di Parepare.
Pada
tahun 1562 terjadi peperangan yang dahsyat antara kerajaan Bone dan
Gowa. Raja Gowa menyerang Bone karena merasa telah dicampuri urusan
dalam negerinya. Pada akhir perang, pasukan Bone berhasil memaksa
pasukan Gowa mundur setelah melukai raja mereka. Kurang lebih dua tahun
setelah peperangan tersebut, raja Gowa Tunipallangga kembali menyerang
Bone. Namun dalam peperangan, raja Gowa jatuh sakit dan terpaksa mundur
dan kembali ke Gowa. Dia meninggal dunia sesampainya di Gowa. Peperangan
melawan Bone dilanjutkan oleh penerusnya, yaitu, I Tajibarani.
Tajibarani akhirnya tewas dalam peperangan itu. Perang kemudian diakhiri
dengan perundingan damai yang dikenal dengan “Ulukanaya ri Caleppa”.
Bone mendapat semua daerah di sebelah utara sungai Tangka, serta semua
daerah di sebelah timur sungai WalanaE sampai di Ulaweng dan wilayah
Cenrana.
KESENIAN SULAWESI SELATAN
Kesenian
Sulawesi Selatan di kenal sebagai kebudayaan tinggi dalam konteks
kekinian. Karena pada dasarnya, seni tidak hanya menyentuh aspek bentuk
(morfologis), tapi lebih dari itu dia mampu memberikan konstribusi
psikologis. Disamping memberikan kesadaran estetis, juga mampu
melahirkan kesadaran etis. Diantara kedua nilai tersebut, tentunya tidak
terlepas dari sejauhmana masyarakat kesenian (public art) mampu
mengapresiasi dan menginterpretasikan makna dan simbol dari sebuah pesan
yang dituangkan dalam karya seni. Berbicara tentang estetika, seolah
kita terjebak pada suatu narasi yang menghantarkan kita pada pemenuhan
pelipur lara semata, misalnya: gaya hidup, hiburan dan relaksasi. Kita
lupa bahwa seni merupakan variabel yang dapat membentuk kesadaran sosial
sekaligus kesadaran religius masyarakat. Di Sulawesi Selatan, nilai
kekhasan kesenian dapat dikatakan sebagai sebuah wasiat kebudayaan yang
menggiring kita pada lokal values (kearifan). Dibutuhkan pelurusan makna
seni melalui aspek keilmuan agar dia tidak terjebak dalam arus
kepentingan politik dan industri semata. Klasifikasi Masyarakat Seni
Arnold Hausser, seorang filosof sekaligus sosiolog seni asal Jerman
mengindentifikasi bahwa masyarakat seni terbagi menjadi empat golongan.
Yang pertama: Budaya Masyarakat Seni Elit, yaitu masyarakat seni
intelektual yang banyak memberikan konstribusi perkembangan seni dalam
suatu daerah. Masyarakat seni elit inilah yang banyak memberikan
literature dan kajian holistik agar perkembangan seni dapat berjalan
sesuai dengan konteks keilmuan, termasuk pakar kesenian, akademisi dan
kritikus seni. Kedua: Budaya Masyarakat Seni Populer, yaitu masyarakat
seni intelektual yang hanya mengedepankan kepentingan subjektifitas
terhadap kebutuhan estetik yang berjalan sesuai dengan konteks (zaman).
Masyarakat seni ini biasanya terdapat dari golongan mapan yang
dis-orientasi seni, misalnya dokter, pengusaha, dan politikus. Ketiga:
Budaya Masyarakat Seni Massa. Yaitu budaya masyarakat golongan menengah
kebawah, biasanya golongan ini hanya mementingkan aspek kesenangan dan
mudah larut dalam perkembangan peradaban. Dia senantiasa menikmati
hidangan produk-produk kesenian tanpa memikirkan dampak akibatnya
terhadap masyarakat luas. Dan yang keempat: Budaya Masyarakat Seni
Rakyat. Masyarakat seni ini terbentuk secara spontanitas melalui
kepolosan. Golongan ini juga senantiasa mempertahankan wasiat seni para
leluhurnya. Dari sinilah budaya masyarakat seni elit memperoleh
referensi dan inspirasi dalam memperkaya kajian kesenian dalam aspek
kebudayaan.
KEBUDAYAAN
SULAWESI SELATAN Budaya Sulawesi Selatan Seni Kebudayaan Daerah Sulsel –
Mengenal budaya propinsi Sulawesi Selatan berarti mengenal adat
kebudayaan yang ada di seluruh daerah Sulawesi Selatan.
Di
Sulsel terdapat Banyak suku/etnis tapi yang paling mayoritas ada 3
kelompok etnis yaitu Makassar, Bugis dan Toraja. DEmikian juga dalam
pemakaian bahasa sehari-hari ke 3 etnis tersebut lebih dominan.
Kebudayaan yang paling terkenal bahkan hingga ke luar negeri adalah
budaya dan adat Tanah Toraja yang sangat khas dan sangat menarik.
Lagu
daerah propinsi Sulawesi Selatan yang sangat populer dan sering
dinyanyikan di antaranya adalah lagu yang berasal dari Makasar yaitu
lagu Ma Rencong-rencong, lagu Pakarena serta lagu Anging Mamiri.
Sedangkan lagu yang berasal dari etnis Bugis adalah lagu Indo Logo,
serta lagu Bulu Alaina Tempe. Sedangkan lagu yang berasal dari Tana
Toraja adalah lagu Tondo.
Untuk
rumah tradisional atau rumah adat di propinsi Sulawesi Selatan yang
berasal dari Bugis, Makassar dan Tana toraja dari segi arsitektur
tradisional ke tiga daerah tersebut hampir sama bentuknya. Rumah-rumah
adat tersebut dibangun di atas tiang-tiang sehingga rumah adat yang ada
di sana mempunyai kolong di bawah rumahnya. Tinggi kolong rumah adat
tersebut disesuaikan untuk tiap tingkatannya dengan status sosial
pemilik rumah, misalnya apakah seorang raja, bangsawan, orang berpangkat
atau hanya rakyat biasa.
Hampir
semua masyarakat Sulsel percaya kalau selama ini penghuni pertama zaman
prasejarah di Sulawesi Selatan adalah orang Toale. Hal ini di dasarkan
pada temuan Fritz dan Paul Sarasin tentang orang Toale (orang-orang yang
tinggal di hutan/penghuni hutan).
Salah
satu upacara adat yang terkenal yang terdapat di Sulawesi Selatan ada
di Tanah Toraja (Tator) Upacara adat tradisional tersebut bernama
upacara Rambu Solo (merupakan upacara dukacita/kematian). Upacara Rambu
Solo merupakan upacara besar sebagai ungkapan rasa dukacita yang sangat
mendalam.
Beberapa tarian yang ada di sulawesi selatan : tari Pakkarena tari Angin Mamiri tari Paddupa
Pakaian
Daerah Sulsel : Bugis dan Makassar : Baju Bodo dan Jas Tutup, Baju
La’bu Lagu Daerah Silawesi Slatan : Angin Mamiri, Ma Rencong,
OBJEK WISATA TERKENAL DI SUL-SEL
Fort Rotterdam
Salah
satu benda cagar berarsitektur Belanda yang dilindungi adalah bangunan
yang ada didalam Benteng Rotterdam, benteng ini dibangun sebagai basis
pertahanan dipinggir lautan Makassar. Pada tahun 1545 ditempat ini
berdiri dengan kokoh benteng gaya arsitek setempat yaitu Kerajaan Gowa
lalu kemudian dihancurkan oleh Belanda dan dibangunlah benteng baru yang
dapat kita lihat sekarang, peristiwa tersebut dicatat dalam sejarah
akibat adanya bentuk perjanjian Bungaya pada tahun 1667 yang didalangi
oleh siasat Belanda. Sebagaian dari serpiha reruntuhan tmbok benteng
tidak direnovasi dengan alasan sebagai alat pembanding dengan dinding
yang direnovasi.
Pantai Losari
Keindahan
pantai yang terletak di sebelah barat Makassar ini memang sungguh
mempesona, terlebih ketika matahari terbenam di senja hari.
Semburat
merah jingga dari mentari yang akan rebah di kaki cakrawala memantul
pada laut di hadapan pantai Losari, membawa nuansa dan pesona tersendiri
bagi yang menyaksikannya. Beberapa perahu nelayan kecil nampak di
kejauhan, kian memperkaya warna senja yang luruh di sana. Dan debur
ombak yang menerpa lembut tanggul pantai bagaikan musik syahdu yang
membawa suasana terasa kian sentimental diiringi hembusan angin
sepoi-sepoi dari arah laut. Banyak fotografer yang mengabadikan kejadian
ini untuk menyimpan kenangan keindahannya, akan senyum senja Pantai
Losari., dan mungkin juga tempat curhat muda mudi , santai keluarga di
Pantai Losari. Pantai yang juga merupakan landmark Kota Makassar ini
memang menawarkan keindahan yang sangat eksotis, terutama saat
menyaksikan pemandangan matahari terbenam ketika petang menjelang.
Dahulu
, sejumlah pedagang makanan bertenda berderet sepanjang kurang lebih
satu kilometer di pesisir Pantai Losari. Sampai-sampai ada yang sempat
menjuluki sebagai “meja makan terpanjang di dunia”. Hidangan yang
disajikan pun sangat beragam, namun kebanyakan didominasi oleh makanan
laut dan ikan bakar.
Salah
satu hidangan khas dan unik di Pantai Losari adalah Pisang Epe’. Jenis
makanan ini berupa pisang mentah dibakar, lalu dibuat pipih kemudian
diberi kuah air gula merah. Untuk menambah aroma dan kenikmatan,
biasanya sang penjual menambahkan durian pada campuran kuah gula merah
tadi. Inilah makanan favorit saya sembari menikmati semilir angin senja
yang sejuk membelai tubuh.
Saat
ini warung-warung tenda yang menjajakan makanan laut tersebut telah
dipindahkan ke sebuah tempat di depan rumah jabatan Walikota Makassar
yang juga masih berada di sekitar Pantai Losari.
Seusai
menikmati senja, tak usah risau untuk mencari tempat mengisi perut yang
lapar. Dengan hanya berjalan kaki sekitar 5 menit dari Pantai Losari,
anda akan menemukan pusat jajanan “tanah Anging Mammiri” di Pantai
Laguna. Mulai sop konro, coto Makassar, sop Saudara, sop pallubasa,
pallu mara dan ikan bakar, pisang epe, es pisang ijo, pallubutung, sari
laut, bakso, nasi goreng, mie kering dan capcai bisa Anda temukan pada
ratusan gerobak yang mangkal di sana. Harganya pun relatif murah
menikmati becak khas Makassar menyusuri sepanjang pinggir pantai. Sarana
transportasi yang sudah hampir langka ini masih bisa kita jumpai di
sana. Rasakan sensasi naik becak dengan kayuhan roda si “daeng” seraya
menikmati hempasan angin lembut yang menerpa dari arah depan.
Pantai
Losari tak hanya bergeliat di senja hari. Setiap minggu pagi, di
sepanjang Jalan Penghibur yang tepat berada di pinggir pantai, ramai
oleh orang yang berolahraga, mulai dari jogging, senam, bersepeda atau
hanya sekadar jalan-jalan menikmati segarnya udara pagi. Berbagai
jajanan dan aneka makanan tradisional tersedia, seperti bubur ayam,
bubur kacang ijo, empek-empek Palembang, es pallubutung, es pisang ijo,
soto ayam, gado-gado atau lontong sayur. Bagi Anda yang akan mencicipi
tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam, cukup dengan Rp 4000 sampai Rp
6000 per porsi untuk setiap hidangan sarapan pagi ini.
Tidak
terlalu sulit untuk mencapai Pantai Losari karena tempat ini termasuk
berada di pusat Kota Makassar. Sejumlah angkutan umum melintasi jalur
Jalan Penghibur yang berada di pinggiran Pantai Losari. Sejak direnovasi
pada 2006, Pantai Losari kian bersolek, semakin bersih dan indah,
sebagai salah satu ikon andalan pariwisata Kota Makassar. Jadi tak
lengkap rasanya, bila anda ke Makassar tidak mampir ke Pantai Losari dan
menikmati segala romansanya…